Senin, 23 Oktober 2017

Spiritual Journey at BANDA ACEH

Hallo semuanya, jujur agak ga biasa perasaanku ketika mau nulis postingan satu ini. Pertama, aku masih terngiang pertanyaan kenapa sih kamu mau ke Aceh? sampai hari inipun aku bingung, karena gapunya alasan kuat untuk pergi kesana. Kedua, aku baru ngeh ternyata Aceh adalah salah satu destinasi impian yang aku pernah tulis di kamarku dan hingga kini tulisannya masih terpampang (serius, aku gatau kapan aku bikin wish list untuk jalan ke Provinsi satu itu) 



Lagi lagi dadakan, mungkin itu tema dari trip ini karena memang aku gapunya list pasti mau kemana aja, sama siapa, pokoknya pas bulet mau ke Banda Aceh harapan aku cuman; belajar dan jalanin aja tanpa panik. Karena ini pertamakalinya aku jalan ditemani orang yang benar benar baru, dengan jarak yang lebih jauh dari perjalanan ke Singapore atau Malaysia


Hasilnya? Trip kali ini benar benar melahirkan kesan yang sangat berbeda. Aku yang biasa haha hihi tiap ke tempat wisata, kali ini aku mengaguminya lebih banyak dengan diam dan merenung, tapi tidak meratapi terlalu dalam. Bayangkan, ketika satu saat nanti teman teman dikasih kesempatan untuk melihat mahakarya manusia dengan latar belakang sejarah tragedi besar bernama Tsunami Aceh, yang terjadi tahun 2004 lalu. Yang menarik adalah semua destinasi dibawah ini tanpa ada tiket masuk alias gratissss, barakaAllah !

Masjid Raya Baiturrahman


Pas baru nyampe Banda Aceh, masuk whatsapp dari ayah yang isinya “kalau bisa dateng ke tempat tempat yang jadi saksi sejarah tsunami rin, salah satunya Masjid Baiturrahman, nanti kirim fotonya”. Semacam satu misi pembuka yang bikin semangat jalan sore kala itu. #FYI, sekarang Banda Aceh punya Trans Kuta Raja (kalau di DKI Jakarta itu TransJakarta) dan bisa berhenti di halte deket Masjid besar yang cantik dengan kubah hitamnya itu. 





Denger cerita temen yang jadi saksi nyata tsunami, beliau dan keluarganya sempat berlindung di dalam saat kejadian, ga perlu dipertanyakan lagi terkait kekuasaan Nya kenapa Baiturrahman bisa tetap kokoh, dan memang faktanya Tsunami tidak menyapu bersih bangunan ini. Kalau Allah udah bilang “Terjadi”, maka Terjadilah





Museum Tsunami

Gabisa dipungkiri kalau pas masuk kesini aku merinding, bukan merinding ngeri tapi ya, seketika aku inget jodoh yang nyatanya semakin dekat yaitu kematian. Lantunan Laa Ilaa ha IllAllah yang bergema di pintu masuk dengan dinding kanan kiri belapis air yang mengalir seolah menyambut aku yang jauh dari Bandung dan berbisik; bersyukur nis, masih di kasih hidup, jadi kapan perbaikin diri? udah siap “menghadap” belum?


Ruangan ini berisi nama nama korban tsunami yang atapnya bertuliskan lafaz Allah, secara spontan Al-Fatihah aku coba lantunkan dalam hati. Semisal gaada temen temenku saat itu, kayanya udah deres bajuku sama air mata :(



Setelah terjadi gempa 9,1 SR yang mengguncang Aceh, air laut surut hingga beberapa meter ke arah laut dan sekitar 10 - 15 menit kemudian air laut datang secara tiba-tiba dalam jumlah besar dengan ketinggian kurang lebih 18meter (setara dengan ketinggian pohon kelapa) menuju daratan (sumber : papan informasi museum)

semua bendera diatas bertuliskan Damai dalam bahasa Negaranya masing masing, dan Negara - negara tersebut adalah yang turut andil dalam memberikan bantuan setelah Tsunami. JadzakaAllah :")



Kapal PLTD Apung


Saat terjadi Tsunami di tahun 2004, kapal ini tidak luput dari gulungan ombak yang menyeretnya sejauh 5km ke daratan dan terdampar di Punge Blang Cut. Pasca Tsunami, PLN berniat untuk mengembalikan kapal ini ke laut, dikarenakan kondisi mesin tidak mengalami kerusakan parah. Tetapi pemerintah setempat berkeinginan untuk menjadikannya wisata sejarah. Akhirnya, PLN hanya mencabut mesin - mesinnya dan kapal inipun akhirnya dijadikan tempat wisata (sumber : papan informasi museum)



interiornya ketjeeee, suka!

berat dari kapal ini sekitar 2600 ton, dan aku ada cerita sedikit pas lagi jalan disini. Ga sengaja dengerin tourguide yang lagi bawa rombongan dan jelasin tentang kapal; kapal ini sangat besar sehingga sulit untuk dipindahkan, jadi kita ga tau apa yang ada di bawah kapal itu, kemungkinan banyak korban tsunami yang tertimbun” seketika aku langsung pesen gojek untuk ke destinasi selanjutnya, merinding bos!


#fyi lagi, di Banda Aceh udah ada ojek online dan itu sangat memudahkan aku untuk mobilitas dari satu lokasi ke lokasi lainnya, termasuk untuk kesini. Kalau udah ke Kapal PLTD, berarti bisa langsung main ke Museum Aceh, Museum Tsunami dan Masjid Raya Baiturrahman



Boat di Atas Rumah


Lokasinya bener bener di tengah perumahan warga, sehingga nuansa nyangkut masih kerasa sampai sekarang meski udah dipugar jadi super rapih nan simetris.
pas diajak masuk ke gallerynya aku sempet ragu karena lagi lagi tanganku tiba tiba merinding gajelas, tapi sayang banget ga sih udah jauh kesana tanpa tau apa yang ada di dalamnya.


bukan masuk ke kapalnya, karena gaada pintu yang sengaja dibuat untuk ke kapal. Gallery yang dimaksud adalah ruangan yang sengaja dibuat oleh pengelola, di dalamnya ada foto foto terkait tsunami dan kapal diatas. Lagi lagi, aku dibuat merenung dan entah mesti ber-ekspresi seperti apa untuk trip ini, alhamdulillah! ga nolak kalau mesti balik lagi untuk quality time.


Perkenalkan, beliau bernama ibu Bundiyah Binti Sahan (tengah), saksi fakta kapal di Atas Rumah yang ga segan untuk menceritakan sedikit kisah hidupnya dan pas aku mau pulang beliau membisikkan do’a; sehat terus ya dek, jangan lupa sama Yang di Atas, jangan lupa ngaji juga… seketika aku kangen mbah

Ohya, selain empat destinasi diatas jangan lupa juga untuk main ke Museum Aceh. Disana kita bisa liat Rumoh Aceh, sayangnya kemaren aku kesana mendekati jam tutup jadinya gabisa masuk kedalem rumahnya, saaaad. Tapi sungguh, rumahnya cantik banget!!

Alamat : Jl. Sultan Alaiddin Mahmudsyah No.10, Peuniti, Baiturrahman, Kota Banda Aceh (jangan ketuker sama Museum Tsunami Aceh ya)




Satu lagi yang bikin aku menamakan trip ini sebagai spiritual journey adalah ngepas banget ke Banda Aceh, pas lagi ada Festival Pendidikan Agama Islam Nasional. Lokasinya di Taman Safiatuddin - Banda Aceh

Ulen Ulen, kain cantik di Taman Safiatuddin
kalau pas lagi ga ada acara, kita bakal liat rumah rumah adat Provinsi Aceh, oke ! ada alasan lain untuk balik kesini (hehe). Walau gabisa liat rumah adat, aku bisa dateng ke stand stand keren salah satunya dari Takengon yang bikin aku jatuh hati pada pandangan pertama karena selembar kain ..
Acara utama Festival salah satunya kompetisi Qori yang diisi sama anak - anak, sempet aku liat sebentar dan malu banget tiap denger mereka karena udah bagus bacaan Qur’annya. Semoga bisa jadi motivasi buatku, aaaamin!


Mengenal Adat PERNIKAHAN ACEH

Entahlah ini keberuntungan macam apa, lagi lagi aku menikmati skenario yang sudah ditulisNya. Ga peduli meski belum punya ehm (calon), aku bahagia banget pas tau di rumah Maya mau ada pesta pernikahan kakaknya, dikenalin sedikit tentang adat nikah, diajak gabung untuk nyiapin perintilan (cuma lipat tisu aja aku bangga,haha) senangnya diajak nginap dirumahmu walau cuma satu malam may!



bukan aku ko pengantennya, ini cuma demo (demo masak?) btw terimakasih ya Maya, coretanmu manis sekali untuk aku bawa pulang ke Bandung


yay ! sekian ceritaku selama di Banda Aceh dan berakhir di Blang Bintang, semoga bisa bermanfaat untuk teman teman yang ingin kesana. Pokoknya, Banda Aceh adalah salah satu do’a yang Allah kabulkan begitu cepat buatku untuk merasakan spiritual journey tahun ini, MashaAllah


Postingan diatas aku dedikasikan sepenuhnya untuk :
Ibu, Ayah, dan Adik adiku yang udah kasih modal ijin untuk sampai ke Banda Aceh

Mitha dan Mega, terimakasih sudah mau menampungku selama beberapa malam di kosan kalian, bahkan sampai repot ke Bandara subuh subuh :”)

Maya, yang dari sebelum keberangkatan ke Banda Aceh udah nawarin singgah, baik banget sih kamuuu

ka Afrita, kaaaa! kebaikanmu gabisa dijabar dalam satu postingan blog, kutunggu di Bandung pokoknya!

ka Fonna, yang udah gerak cepat untuk anter sana sini, semoga makin jago masaaaak, biar semakin jadi istri idaman, ciyee

Rina, walau gajadi ketemu di hari terakhir, tetep seneng kooo karena kita sempet nongki sebentar di Waktar Coffee, see u inong cantiiik!

ka Iga, seneng banget kenal ka Iga. Kapan kapan ketemu lagi ya kitaaaa

Fiqa, makasih ka Fiqaaaa udah rekomendasiin warung kopi deket rumahmu, sayangnya aku gasempet kesana karena waktu, kapan kapan ya inshaAllah :)

ka Husna, ka Mauli, ka Eka, ka Wede, ka Ipeh, meski kita ga sempet jalan bareng di Banda Aceh, terimakasih untuk bujukan bujukan mautnya sehingga aku bulat untuk ke berangkat, kapan kapan ketemu ya :”)

Bang Arif, makasih banyak bang untuk rekomendasi dan kebaikan lainnya, maaf aku banyak merepotkan kemaren, sampai jumpa kapan kapan!

Bang Hafas, agam yang udah menyempatkan diri anter pelancong random ini bahkan nyampe ke Bandara bareng inong inong terbaik untuk melepas kepulanganku, see u fas! sakses kuliahnyaa, aamin

Bang Azzaw, yang ternyata orang karawang tapi ketemunya di Aceh! nanti kalau ketemu lagi aku panggil kamu akang, sampurasun ! semoga makin jago renangnya,haha

Bang Dzikri & Bang M. Nur, terimakasih udah kasih racun terkait Aceh dari sejak di Medan, sampai akhirnya aku mantep untuk berangkat setelah program Ekspedisi Nusantara Jaya, nah! galupa juga buat..




Wassalamu’alaikum, Banda Aceh. see u next time!

Selanjutnya, mari kita ke SABANG! << klik untuk baca ceritanya, trims :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar