Senin, 04 Maret 2024

8 Tips Kerja Hybrid sebagai Desainer Grafis di Era Digital


Apakah kamu seorang Desainer Grafis ? apapun profesimu saat ini, bila memiliki kesempatan untuk berkarya secara hybrid, selamat! Karena ini merupakan salah satu privilege yang belum tentu orang lain bisa dapatkan. Kabar baiknya, setelah melewati masa pandemi 2020 lalu, profesi Desainer menjadi salah satu yang berpeluang besar untuk bisa work from anywhere, yang terpenting device penunjang lengkap dan koneksi internet lancar, tapi apakah hanya perlu dua hal itu ?

Sumber : unsplash


Bekerja secara hybrid seperti sudah tidak menjadi new normal lagi,  aliran karir yang satu ini cukup menjadi incaran fresh graduate maupun mereka yang sebelumnya sudah terbiasa mobilitas ke kantor namun sering terkendala kemacetan, penuhnya transportasi umum, dan kendala tidak terprediksi lainnya. Sehingga dapat dikatakan, bekerja remote merupakan jalan efektif karena memangkas waktu perjalanan salah satunya, dan kalaupun ada pekerjaan yang mengharuskan on-site adalah ketika memang benar benar dibutuhkan datang dan interaksi langsung sehingga tidak setiap hari kerja perlu ke kantor, inilah yang kita kenal sebagai kerja hybrid.


Untuk kamu yang sudah berkecimpung di dunia Desain Grafis, atau mau memulai karir ini, yuk simak hal - hal yang perlu dipersiapkan dan menjadi kebiasaan baik agar menjadi desainer yang profesional dan mampu bersaing di era digital yang serba sat set ini. 


Sudah siap ?  


Sebelum lanjut, Desain Grafis adalah media penyampaian informasi bahasa komunikasi visual dalam wujud dua maupun tiga dimensi yang melibatkan kaidah estetik dengan elemen dan prinsip desain sebagai bahan pokoknya (Dewojati, 2019). Berarti, Graphic Designer atau Perancang Grafis adalah mereka yang bekerja untuk mencipta media informasi secara menarik sebagai pengakomodir keinginan klien dengan menuangkan ide kreatif berbentuk visual (sumber: campus.quipper.com)


Nah, secara linear, profesi ini lahir dari lulusan Desain Komunikasi Visual atau disingkat DKV, dan faktanya menurut zebracross.id total peminat Program Studi ini menyentuh angka 11.147 orang ke 22 kampus PTN yang memiliki jurusan ini di Indonesia pada tahun 2022 lalu. Mari asumsikan semuanya memiliki peluang untuk menjadi desainer grafis, angka yang sangat besar bukan untuk bersaing ? Belum lagi mereka yang bukan lulusan DKV namun otodidak mempelajari desain juga menyumbang peningkatan angka pesaing. Sehingga penting untuk mempersiapkan mental siap bersaing dengan proses dan hasil yang kreatif agar karir dambaanmu bisa segera terwujud salah satunya dilirik oleh perusahaan yang memiliki kebijakan bekerja secara hybrid atau bahkan full remote.


lalu, apakah yang menjadi poin penting saat kita menjalani atau bahkan memulai karir secara hybrid di tengah tengah Era Digital yang terus berkembang sebagai Desainer Grafis ? 



Yuk, simak apa yang perlu kamu pertahankan dan kembangkan dari poin berikut;


  1. Portfolio sebagai Personal Branding

Seorang perancang grafis tidak akan lepas dari portfolio yang merupakan kumpulan karya karya terbaik yang biasanya dilampirkan bersama dengan CV. Saat ini, banyak platform yang berfungsi sebagai penunjang ketika dalam masa pembuatan portfolio, contohnya Linked-in dan Pinterest, bahkan web yang memang di khususkan untuk mempublikasikan hasil perancangan visual pribadi maupun brand tertentu seperti dribble atau behance.net. Kanal digital tersebut dapat menjadi sarana mencari inspirasi maupun ajang membangun koneksi dengan pegiat kreatif lainnya yang tentu bisa dimulai dengan cara online melalui fitur di platform terkait. Tidak menutup kemungkinan kamu juga akan dapat klien dari luar negeri loh! 


Sumber : unsplash


Selain itu, portfolio yang digarap serius secara langsung maupun tidak akan menjelaskan “siapa kita” sebagai seorang designer, apa yang membuat kamu berbeda dari perancang grafis lainnya, dan lebih spesifik lagi jika sudah memiliki fokus perancangan apa yang kamu tekuni. Karena profesi ini sebetulnya melahirkan banyak bidang seperti UI UX, Illustrator, Visual Merchandiser, Packaging Designer, Animator, Advertising Designer, dan masih banyak lagi (detail dari masing masing bidang kita bahas di artikel selanjutnya ya), jadi, yuk mulai rancang portfolionya dan tujukkan pesonamu!


  1. Responsif atau Komunikatif

Membahas kerja hybrid, jangan sampai menghilangkan etika bekerja ya. Bila lamaranmu dibalas oleh perusahaan, segara respon dengan baik, tunjukan antusias dan rasa terima kasih karena telah diproses. Terlebih bila kamu seorang lulusan DKV, tetap ingat bahwa ada kata Komunikasi di antara Desain dan Visual, itu yang menjadi jembatan hasil karya kreatif kita dengan mereka yang mau membayar kita setiap bulannya; komunikasi yang baik dan santun. 


Duh, kerja hybrid ga efektif, tim ku sering slow respon kalau dihubungi ! - keluh seorang leader disuatu tim


Mari ingat pesan dari banyak orang dahulu; utamakan adab, sebelum ilmu. Sebisa mungkin walaupun tidak bekerja di kantor langsung, kita tetap fast respon. Bila memang perlu betemu untuk “menyamakan suara”, berdiskusi dan mengonsep bersama bagaimana kerja hybrid tapi tetap kondusif dan efektif, tidak ada salahnya juga loh apalagi misal kamu sebagai leadnya atau kamu sebagai tim yang menginisiasi karena dirasa sudah perlu, toh kerja juga kan untuk kemajuan bersama di perusahaan yang sama kan?


Sumber : unsplash


Tapi saya seorang pengusaha, jam kerjanya bisa dibilang tidak menentu…


Kamu keren! kalau kamu seorang yang memimpin, berarti ada yang dipimpin yaitu anggota tim kan? dan merekalah yang punya jam tertentu yang sudah disepakati bersama, berarti silahkan aplikasikan poin ini dengan mempertimbangkan waktu dimana SDMmu bekerja juga ya, karena pasti sudah tidak asing dengan kalimat ini:  semua orang punya kehidupan lain diluar pekerjaan. Kenapa ? Karena agar poin selanjutnya bisa kita wujudkan juga;


  1. Jadi individu yang Kooperatif 

Ketika kita sebagai karyawan dihubungi oleh atasan saat jam kerja, adalah kewajiban kita untuk segera merespon bukan ? Bagaimana dengan konsep cuti yang tidak dipersulit? Bila hak tersebut dijalankan oleh tempat dimana kamu berkarya, selamat! bisa dikatakan kamu sudah ada dilingkungan yang kooperatif. Ini baru satu contoh, bayangkan kamu berada di lingkaran yang menerima masukan dan kritik dengan cara yang baik, terbuka untuk diskusi, mengerjakan lingkup desain sesuai porsi dan kesepakatan, menghargai kerja individu maupun kelompok.


Sumber : unsplash 

Rasanya, bekerja bukan hanya untuk mengisi absen, tapi juga untuk terus bertumbuh menjadi individu yang punya sense of belonging sama karyanya, jadi perancang grafis yang profesional dan respek ke semua tim terutama ke divisi yang bisa jadi tidak merasakan hybrid efek dari kebutuhan pekerjaannya yang harus selalu ke lapangan. Jadi, hal hal kooperatif di atas memang harus ditanamkan dari diri kita sendiri juga, dan tentu perlu dukungan dari budaya perusahaan yang baik, prinsipnya; simbiosis mutualisme


Semoga kita ada di lingkungan yang pemenuhan hak dan kewajibannya punya reputasi yang baik ya


  1. Upgrade Skill penunjang 

Lagi nunggu balasan HR terkait lamaran pekerjaanmu ? Atau sudah jadi perancang grafis tapi ingin punya keahlian lain ? Kamu bisa juga menunjang karir desain grafis dengan keahlian lain agar tidak mentok, selain itu manfaat dari belajar hal lain diluar desain yang masih terkait dapat menumbuhkan rasa peduli dan meningkatkan pemahaman proses kerja tim lain


Contoh, kamu seorang desainer grafis di divisi Pemasaran, dimana secara alur kerja akan terus satu tim dengan content writer. Nah, kebetulan selain menekuni desain, kamu juga suka menulis, sehingga tidak ada salahnya untuk belajar terkait apa yang tim mu kerjakan. Dari sana, selain menambah keahlian di bidang menulis, kamu jadi berpeluang untuk bisa berkarya mandiri memadukan desain dan tulisan menjadi karya yang lebih besar lagi dari sebelumnya.


Sumber : unsplash


Di masa digital dan serba online ini, banyak sekali kursus, workshop, seminar bahkan sertifikasi yang bisa diikuti secara daring dengan harga terjangkau. Jadi, makin semangat kan untuk berkarya sebagai Desainer Grafis ?

 


  1. Paham Tools Kerja Daring

Tentu selain aplikasi desain seperti Adobe Family, Procreate, Canva, dan banyak aplikasi perancangan lainnya, seorang desainer perlu memahami alat kerja hybrid untuk kebutuhan seperti design approval, meeting, serta untuk koordinasi dengan tim lapangan. Maka dari itu, agar kerja hybrid tidak berubah menjadi miss komunikasi, sebagai tim desain juga perlu mengenal hal dasar dalam penggunaan tools yang digunakan bersama klien atau tim. Beberapa kanal yang bisa dimanfaatkan dan sudah cukup umum seperti zoom, google meet, microsoft team, atau slack


Lalu, hal penting apa yang perlu diperhatikan dalam penggunaannya ?


kembali ke bahasan komunikasi dan new normal, pada dasarnya pemanfaatannya aplikasi daring ini tidak lain untuk koordinasi pekerjaan bukan ? Esensinya diusahakan sama yaitu berdiskusi, menyampaikan segala informasi terkait pekerjaan. Hal sederhana yang mungkin belum begitu menjadi kebiasaan baru adalah mengusahakan untuk bisa standby menyalakan kamera saat meeting online, kecuali memang benar benar ada alasan darurat sampai tidak memungkinkan untuk itu. Sehingga, suasana bertemu langsung tidak terlalu berkurang jauh dan lawan bicarapun merasa dihargai atau tidak merasa berbicara satu arah 


Sumber : unsplash


apa hal sederhana lainnya yang penting tapi sering terlupakan saat bertemu secara daring ? Kamu bisa share di kolom komentar ya :)


 

  1. Jangan Lupakan Riset!


    Seorang Perancang Grafis juga tidak akan lepas dari riset. Penting untuk mengetahui tren desain apa yang sedang berkembang, terlebih di masa serba digital saat ini perkembangan desain semakin tersebar luas di berbagai kanal. Poin ini cukup serupa dengan poin pertama pembahasan terkait perancangan portfolio, namun yang ingin digaris bawahi disini adalah terkait kebutuhan pengguna serta originalitas karya yang kamu rancang.

    Sumber : unsplash

    Pastikan perancanganmu sesuai arahan, serta jauh dari plagiat. Terinspirasi dari desain lain itu hal wajar, namun menjiplak mentah mentah karya orang lain itu sama artinya dengan tidak menghargai proses desainer membuat karya. Proses ini akan lebih maksimal bila dikerjakan dalam tim, sehingga banyak pasang mata untuk meyakinkan apa yang dirancang sesuai fakta, keterbaruan secara visual dan valid secara data. Jadi yuk, rancang karya organikmu yang research based dan beyond expectation, syukur - syukur bisa jadi karya baru yang bisa kamu pamerkan di portfolio selanjutnya. 


  2. Arsip, Pilah, Publikasikan!


    Menyambung dari poin sebelumnya, tentu karya desainmu sangat perlu diarsipkan. Bila perlu, buatlah jadwal bulanan untuk mengarsip sisihakan waktu menjelang akhir tahun untuk memilah mana yang akan dimasukan ke portfolio ter update. Biasanya, di awal tahun para desainer mempublish kompilasi karyanya selama setahun kebelakang.



    Sumber : unsplash

    Selain untuk publikasi, tren tersebut dapat dijadikan acuan kita sebagai desainer untuk saling menginspirasi dari yang satu profesi maupun lintas keilmuan, bonusnya bisa dapat klien atau jejaring baru juga kan, siapa tahu.


     

  3. Adaptasi dengan Dunia Digital

Selain mencangkup 7 poin diatas, tidak dapat dipungkiri bahwa hal - hal berbau digital dapat dikatakan sudah menjadi hal lumrah di kehidupan sehari hari, dan menjadi opsi pertama atau top of mind ketika mencari sesuatu. Baik di kota kecil, apalagi kota besar. Selain itu, Menurut Iswahyudi (2024) dalam salah satu mini bootcamp Universitas Lia menyatakan bahwa terjadi proses digitalisasi dari 5 hal tradisional antara lain;

A. Luring menjadi Daring (offline to online)

B. Terbatas menjadi Tak Terbatas (limited to unlimited)

C. Tanpa Spesifikasi menjadi Spesifik

D. Tidak dapat Diubah menjadi Mudah Diubah/dikoreksi (unchangeable to changeable)

E. Tidak Efisien menjadi Efisien (inefficient to efficient)


Karena hampir segala aktifitas bisa dilakukan secara online, jangan heran bila pedagang kali limapun saat ini sudah bisa menerima pembayaran yang cashless, itu artinya, semua orang dituntut adaptif terhadap perkembangan pesat digitalisasi ini karena lingkup audiens yang tak terbatas. Namun, ilmu desain grafis tidak hanya mempelajari hasil visual, juga tentang siapa yang akan menikmati karyanya, sehingga berkarir di era serba online ini perlu pemahaman yang spesifik tekait siapa pasar yang akan dituju, dengan tanpa menghawatirkan akses publikasi yang sangat mudah untuk dijangkau dan diperbaiki bila ada kesalahan dalam penayangan.


Contohnya?


Dahulu, bila ingin mempublikasikan suatu iklan, sebelum ada media digital kita sulit sekali untuk membetulkan kesalahan bila ada salah ketik, salah gambar dan sebagainya. Saat ini, dengan mudah kita bisa perbaiki dalam waktu yang realtime, dan terakhir, tentu terkait efisiensi budget di digital yang sangat bisa memangkas biaya bila dibandingkan dengan media cetak bukan ?

 


Sumber : unsplash


Setelah melihat poin diatas, kira kira kamu sudah ada di tahap mana untuk menjadi seorang Perancang Grafis di Era kerja hybrid ini ?


 


tetap semangat dan yuk, terus belajar bareng!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar